Diberdayakan oleh Blogger.
  • Home
  • About
  • Lifestyle
  • Personal
    • Opini
    • Thoughts
    • Slice of Life
    • Poetry
    • Intermeso
  • Podcast
  • Review
instagram LinkedIn Spotify YouTube Email

Notes of Little Sister



Hi, guys! How have you been? Semoga sehat selalu, ya. Satu bulan ternyata cukup panjang untuk gue nggak menulis dan aktif di blog, karena lagi-lagi semuanya terasa begitu cepat berlalu. Hari ini gue memutuskan untuk menuliskan perasaan yang sebetulnya udah dua minggu ini bersemayam di pikiran gue.

Bosan yang Dirindukan
Trotoar, saksi bisu langkah-langkah kecil kaki gue, dan sebuah museum di sebelah kiri yang sampe sekarang belum pernah gue masuk ke dalamnya

Akhir bulan lalu, gue akhirnya pindah dari kost yang udah gue tempati selama tepat empat tahun setengah. Dulu gue pikir empat tahun bukan waktu yang singkat, seharusnya. Tapi setelah dijalani, rasanya juga nggak selambat itu. Masih banyak tempat-tempat yang belum pernah gue explore disana, even banyak jalanan kecil di sekitar Bandung yang baru gue temuin satu tahun terakhir ini. Karena dua tahun pertama gue hanya dihabiskan dengan urusan perkuliahan dan organisasi, gue jaraaaaang banget main keluar. Sampe-sampe nih, objek wisata di dekat sini aja ada yang belum pernah gue jabanin. Tapi percaya deh, gue yakin sebagian orang Bandung juga nggak semuanya pernah berlibur ke objek wisata terdekat, contohnya Farm House, d'Ranch, Orchid Forest Lembang, Kawah Putih, atau Lodge Maribaya. Iya, gue belum pernah main kesana. Bukan sebuah pencapaian untuk diceritain, ya?😂

Sebetulnya gue agak berat untuk ninggalin kota tercinta ini. Karena banyaak banget momen-momen yang gue lalui disana, entah itu sama sohib atau teman dekat. Sebab ini artinya gue juga harus meninggalkan orang-orang yang gue temui sepanjang empat tahun setengah ini. Gue akan kangen dengan jajanan dan makanan-makanan di Gergerkalong atau sepanjang daerah Setiabudi. Contohnya, bapak penjual Pau Pau Dimsum yang baik hati dan ceria dengan dimsumnya yang gede-gede tapi murah, dengan mas tukang bakso Malang dekat kost gue yang juga baik hati dan enak plus murah meriah baksonya (tuhkan, gue lupa nggak sempat pamit sama beliau), bapak ibu warkop yang baru gue kenal dan sempat gue mention di postingan sebelumnya, tukang bubble tea langganan gue di depan alfamidi dari tingkat satu dengan gerobak, wajah mas-masnya dan keramahan yang masih sama terasa, mie ayam Cipaganti yang sementara ini rasanya nggak bisa dikalahin sama mie ayam manapun karena isian jamur favorit gue, ibu penjaga laundry yang udah setia menyapa gue setiap kali bawa pakaian segede gaban (dan baru bisa inget nama gue setahun terakhir ini, karena biasanya suka salah sebut), Soto Sedaap Boyolali di Gerlong, thai tea favorit gue di tikungan KPAD yang manisnya pas, nggak kalah sama thai tea yang harganya meledak di luaran sana, kemudian kafe Lain Hati Sukahaji yang selalu jadi alternatif yang tepat untuk gue menghindar dari keramaian karena letaknya yang cukup jauh dari jalan raya, juga Bebek Kaleyo sebagai saksi bisu dimana pertama kalinya gue makan bebek seumur hidup (dan berakhir jatuh cinta karena ternyata rasanya sama aja kayak ayam), jajjangmyeon Chinguya Nolja dan mbak waitress-nya yang sangat ramah, Ramen Aa yang dulu seriiiiing banget jadi alternatif tempat makan kalau gue dan sohib lagi bingung mau makan apa, Oseng Mercon yang sempat mengisi waktu-waktu kosong gue saat lagi break kelas, entah itu sendiri atau sama sohibul, mie tulang Kedai Utama yang bikin gue diare saking pedesnya tapi gak pernah bosan buat dipesan, Nobu Ramen dengan menu niku udon favorit gue yang sayang sekali baru gue coba cicip enam bulan lalu setelah sekian lama tinggal disana. 

By the way, gue punya sebutan khusus untuk nama makanan udon ini, yakni dibalik jadi odun😂. Karena gue salah satu orang yang "mengidap" spoonerism, jadi gue sering banget ngomong terbolak balik😆. Makanya setiap kali gue mau makan udon, pasti secara otomatis gue akan bilang odun, dan yes, gue lebih nyaman bilang odun daripada udon HAHA. Mungkin soon gue akan cerita tentang kebiasaan ini dan istilahnya secara detail😬. Terus ada juga kebab hejo dengan aa penjualnya yang gondrong dan santun, tukang cireng isi dan gehu di seberangnya yang jadi favorit gue, plus warteg biru yang selalu mengerti selera, perut, dan kantong gue, serta semua nama jalan juga tempat-tempat favorit di pusat kota Bandung yang biasa jadi tempat gue refreshing dari segala macam hal mumet, terutama alun-alun, balai kota, dan sepanjang jalan Parongpong dengan salah satu jagung bakar di tepi jalan, yang nggak pernah bisa gue lupa adegan pas jatuh dari bangku reyot.

Lalu Gramedia Merdeka (beberapa harus gue sebut lagi sebagai bentuk rasa rindu gue), yang meskipun nggak selalu beli buku setiap mampir kesana, tapi gue selalu merasa recharged saat menghirup aroma buku-buku yang ada dan melihat stationary yang lucu-lucu, dan of course mal BIP di seberangnya yang so far paling sering gue kunjungin waktu masih bisa nonton dengan bebas di bioskop (karena memang dekat dengan Gramedia dan BEC, gue jadi bisa mampir buat cuci mata), dan yang kedua jatuh kepada Ciwalk yang juga biasa jadi pelarian di kala gue ingin mengeluarkan stress (read: karaoke sekenceng-kencengnya). Btw kok kelihatannya gue jadi kayak anak-anak sok edgy yang demen hedon ya LOL. Nggak kok, gue jarang main, kecuali kalau merasa lagi butuh aja. Soalnya gue lebih sering boros soal makanan, guys🤣 Lihat aja daftar tempat makan yang bakal gue kangenin di atas. Segini masih belum gue sebutin semua karena lupa. Lebih tepatnya karena gue udah terlalu sering kesana (dan bosen juga mondar mandir Gerlong), jadi yang ada di kepala gue ya cuma itu aja😅.

Terus Borma Setiabudi, sebagai penyelamat di kala gue sedang bosan dengan makanan-makanan Gerlong, yet jadi musuh di saat yang bersamaan karena bisa langsung ngabisin dompet gue yang pas-pasan🤧, McD Setiabudi yang sering bikin tipis dompet kalau gue lagi khilaf, tapi nggak pernah bosan buat balik lagi saking cintanya sama McFlurry.. dan definitely, setiap sudut di kampus yang selalu bisa jadi tempat di kala gue butuh menyendiri dan berkontemplasi. Nggak cuma itu, lebih jauh lagi, semua memori yang gue punya bersama teman-teman, sahabat, dan partner yang nggak akan bisa tergantikan dengan memori di tempat-tempat lain. Dari mulai gue jadi maba,

Bosan yang Dirindukan
Coba tebak gue yang mana?

sampai jadi angkatan kolot kayak sekarang. Gue rasa setiap langkah yang gue jejakan disana tentunya adalah bagian dari proses pendewasaan gue, yang bikin gue sadar bahwa hidup harus terus berjalan, dan bahwa empat tahun nyatanya bukan waktu yang panjang untuk gue bisa terus menikmati momen-momen di dalamnya.

Now, last but not least.. setiap sudut dan ruang di kost-an gue yang dalam kurun waktu delapan bulan kemarin secara nggak langsung berada dalam kekuasaan gue, karena cuma gue satu-satunya penghuni yang tersisa disana akibat pandemi. Dan karena sebelumnya memang cuma gue satu-satunya penghuni semester tua. Mungkin hanya di bagian ini gue bisa menerima kenyataan, bahwa empat tahun setengah bukan waktu yang singkat untuk dijalani. Sebab disana lah gue belajar untuk lebih mengenal diri gue, dan apa yang menjadi tujuan hidup gue. Dari yang sebelumnya hanya seorang anak remaja 17 tahun yang baru lulus sekolah dan completely clueless dengan bagaimana kehidupan luar sesungguhnya, even clueless dengan jati diri gue yang sebenarnya.

I was finding my own true colors there, membangun perspektif-perspektif dan prinsip baru, belajar meresapi hidup sebenar-benarnya dan mengambil hikmah dari sana, belajar mengenal inner child diri dan menemukan bahwa selama ini nyatanya gue nggak sekuat dan setangguh itu, gue bisa rapuh dan lemah, and it's pretty normal untuk anak muda kayak gue yang masih terombang-ambing dalam segala macam ups and downs-nya hidup,  thus i learnt to see things more clearly in the middle ground and be more human with others—and am still in a long journey to find new experiences on my own. Sisi introvert yang membuat gue bisa berkembang meski hanya diri gue seorang di ruang kecil, juga sisi ekstrovert yang seringkali bikin gue exhausted tapi juga membuat gue senang sebab bisa mengenal orang lain dengan berbagai kepribadiannya. 

Meski gue sendiri punya love-hate relationship dengan kost-an ini karena terkadang menyebalkan dan terlalu gelap (dan lumayan serem), tapi itu cukup homey setiap kali gue pulang atau kembali dari kegiatan-kegiatan yang melelahkan, karena suasananya yang sejuk dikelilingi oleh tanaman-tanaman dan pohon rindang that makes it feel more like a green house. Fyi, suami dari pemilik kost-an ini dulunya adalah dosen Biologi, jadi mereka cinta banget sama gardening and planting. Gue rasa kalau setiap sudut kamar gue adalah saksi hidup, mungkin mereka bisa menjelaskan bagaimana dan apa saja yang sudah gue lalui selama beberapa tahun ini kepada diri gue dari sudut pandang mereka. It's like a roller coaster, honestly. Now i'm already 22, more different than i was in four and half a year ago. 

Beberapa bulan terakhir ini, entah ada berapa kata bosan yang gue ucapkan, saking jenuhnya dengan pemandangan dan suasana yang sama yang gue rasakan, bahkan termasuk makanan-makanannya. Tapi sekarang, gue justru menemukan bahwa rasa bosan itu adalah rasa yang paling gue rindukan. Mungkin karena gue sudah terbiasa dengan sudut-sudut kost-an yang menemani gue selama 24 jam setiap hari, so it will take time for me to get used to other habits—which is not really a new habit since i'm coming back to where i from. I'm not gonna say where i move to anyway, karena bagi gue ini satu-satunya privasi yang ingin gue jaga dari media sosial.

Sejujurnya masih banyak perasaan yang tiba-tiba nggak bisa gue tuliskan dengan kata-kata atas perjalanan yang penuh liku dengan kost-an, kampus, dan setiap sudut Bandung yang pernah mengisi hari-hari gue. However, life must go on and i fully realized that i couldn't stay there any longer if i wanted to go ahead and pursue all the hopes and dreams i have for my loved ones.

Ah iya, yang membuat gue semakin sedih adalah kemarin gue nggak sempat berpamitan dengan ibu kost dan keluarganya karena beliau sedang pergi keluar kota. Gue agak menyesal karena lupa mengabari lebih cepat di hari-hari sebelumnya, tapi semoga beliau selalu sehat dan selalu berada dalam lindungan-Nya.

Di bawah ini gue pingin bagiin hasil jepretan temen gue waktu kita jalan-jalan sore di kampus, sebagai obat rindu. Salah satunya gue udah posting di paling atas. Akhir kata, jangan lupa bahagia, teman-teman!😊

View dari Taman Bareti, Isola

Pemandangan langit dari rooftop kost-an (kalau ini foto iseng gue waktu berjemur di loteng)

Langit maghrib di kampus tercinta

Gedung Isola a.k.a Rektorat

Share
Tweet
Pin
Share
28 komentar
Smile 웃으며 넘길래


Akhirnyaaa menginjak minggu pertama di bulan Februari! Tanpa basa basi, kayaknya postingan kali ini gue mau sedikit update aja. So..

Kegiatan gue seminggu ini bisa dibilang lumayan padat, oleh karena itu gue jarang buka blog dan bolak balik blogwalking seperti biasanya. Even untuk balas komentar teman-teman dan kakak-kakak, gue nggak sempat😭. Sekalinya buka dashboard blog, gue malah salah pencet publish salah satu draft yang belum sama sekali gue edit🤣. Mungkin kalau ada di antara teman-teman yang sudah baca, pasti tahu tulisan mana yang gue maksud, hehe. Anehnya, gue merasa baru berjalan tiga harian setelah gue posting tulisan yang Don't Stop ini. Nggak taunya udah seminggu ternyata😅 Time flies so fast!
 
Agak sedih sih, pas cek reading list kayaknya gue ketinggalan banyak ya seminggu ini🤧 But it's okay, kadang gue masih sempatkan untuk berkunjung, kok, meski nggak meninggalkan jejak. Jadi, setidaknya gue nggak terlalu ketinggalan banyak dan tetap bisa menikmati tulisan teman-teman😁

By the way, beberapa hari yang lalu gue dapat secret gift dari kak Eno karena sudah komentar di postingan yang Happy 300 Posts. Sejujurnya, gue nggak expect apa-apa saat memberi komentar waktu itu, karena apa yang gue tuliskan di sana murni jujur dari hati gue🤧. Tapi bukan kak Eno namanya kalau tanpa kejutan😆. Jadilah, beberapa hari yang lalu gue dapat paket berupa brownies manis dari empunya blog Creameno yang juga gak kalah manis😬. Ini dia penampakannya sebelum gue serbu, wkwkwk.

Maafkan fotonya kurang cantik, karena gue nggak jago foto dan kameranya nggak memadai😂

Thank you for this sweet gift, kak Eno! I definitely love this brownies!😭 Tbh brownies jadi salah satu makanan kue-kuean (kue-kuean banget ya bund) yang paling sering gue makan sejak kecil setelah kue bolu. Apalagi dulu suka ada yang jual per pieces gitu kan di warung. Biasanya kalau gue dikasih jajan agak lebih, gue pasti beli itu karena lumayan bikin kenyang untuk perut anak kecil😂 Kebetulan yang gue dapat ini keju brownies, jadi ada keju kering di atasnya yang mana kesukaan gue bangeeddd seriously😭, but of course jauuuuh lebih enak dari brownies eceran yang suka gue beli dulu, wk😆

Gomawoyo eonniii! Semoga kak Eno selalu dilimpahkan rezeki dan keberkahan, baik kesehatan, kebahagiaan, maupun kelancaran dalam urusan pekerjaan, Aamiin😍

Sebagai hadiah balasan, gue ingin mempersembahkan video cover gue (cielah gaya luuu😆) dari sebuah lagu milik J Rabbit yang berjudul Letting Go With Smile, atau dalam bahasa Korea-nya adalah 웃으며 넘길래 (re: useumyeo neomgillae) . Music instrumental-nya gue dapat dari salah satu akun di YouTube. Keren abizz. Karena akhir-akhir ini gue lagi keranjingan dengerin lagu-lagu ballad Korea yang sendu, salah satunya lagu ini. Dan buat gue sendiri lagu ini maknanya lumayan dalam karena sesuai judulnya, menceritakan tentang mimpi yang mungkin terasa sulit diraih di tengah lalu lalang kehidupan yang nggak selalu berjalan baik, dan mengajak pendengar (khususnya gue, karena gue merasa seperti itu) untuk lebih surrender atau ikhlas dengan realita. Jadi, intinya senyumin aja gitu guys😆. 

Mungkin gue akan cantumkan lyrics translation-nya di bawah supaya teman-teman bisa menginterpretasikan sendiri makna lagu ini, karena gue susah mengungkapkan dengan tepat maksud interpretasi gue, hehehe. Literally lack of better words. Semoga bisa menghibur sedikit hari teman-teman di akhir pekan yang dingin ini, ya❤

xx

P.S: Sangat sangat disarankan untuk mendengarkan menggunakan headset atau earphone, agar experience yang didapat lebih puooolll😂


There are many people who are going somewhere in the street
Quick footsteps, they're living just like that
They keep their own stories deep in hearts, They have wounded hearts
They're living just like that
 
Nothing is going well sometimes
Endlessly become smaller, just want to back down

 
But one thing, I do have a dream
Even though they say it's going to be difficult, I'll just laugh it away
Even though I don't know about the real world yet
Even though I still can choose other ways
My heart is beating fast
I'll laugh it away as always

 

Many people passed me by
I don't know when I couldn't remember them
I suppose it's memories
 
Nothing is going well sometimes
Endlessly become smaller, just want to back down

 
But one thing, I do have a dream
Even though they say it's going to be difficult, I'll just laugh it away
Even though I don't know about the real world yet
Even though I still can choose other ways
My heart is beating fast
I'll laugh it away as always
Share
Tweet
Pin
Share
47 komentar
Harry Potter Tag
Photo by Dzenina Lukac from Pexels

Jum'at, 29 Januari 2021, 13:47 WIB (lupa dipublish karena gue belum buka-buka blog lagi, hehehehehehe😆)

o-o

Heyhooo, it's raining outside!! I actually didn't plan to write this, because i already have one draft to share. But after i read Mbak Thessa's post about books that mentioned Harry Potter, this thing just suddenly comes to my mind.

I know guys, i might never tell you before that i'm a big fan of Harry Potter since i've never talked about it (but now you know😜). But because i realized that the last post was quite deep to share, i think i need to give a little refreshment in my blog😬. Plus, considering that i haven't made any one post of a fun tag or game, it might be interesting to do!

So, without any further do, let's jump right in the first ever post of Harry Potter! This time i challenge you, potterhead fellas to make a post of Harry Potter tag by answering some related questions below😆😉. Here we go!

1. What is your favorite book?

Since i was a kid, i have always been a big fan of The Prisoner of Azkaban because this one that has got me so much into wizarding world and be enchanted by. Well, doesn't mean the first two movies were bad at all. I was so impressed about them, but this one just really magical to me. But growing up as an adult, right after i read the sixth one, i preferred Half-Blood Prince as the most favorite book series since it's got more complicated and dark. It's full of emotion and i loved how the character development of each one.

2. Last favorite book?

Believe me, this one is pretty tough🤔. But to be completely honest, i wasn't really fascinated by the idea of the Triwizard Tournament in the Goblet of Fire. It gives me so many negative feelings towards the sacrifice, pressure and any orduel that Harry must face. Besides, i hate the fact that because this 'bloody' tournament was happening, Voldemort was reborn and began to overthrow the Ministry of Magic and the whole wizarding world itself. My beautiful Hogwarts shouldn't be destroyed! *Anyway, i can still enjoy the storyline.

3. Favorite movie?

My favorite movie is definitely going to be Prisoner of Azkaban! (As i mentioned before). It was the first time i've finally got to know more about time travel in the wizarding world of J.K Rowling. And yeah, i feel like so attached that i considered myself as a big big fan of HP! I loved Knight Bus!!

4. Least favorite movie?

Hmm.. Probably the Goblet of Fire. "Again, Awl?" Yeah because this time i just don't like the hair styles among all actors—except Hermione. Sorry. C'mon, wasn't there in a wizarding world any barbershop at all?

5. Favorite quotes?

"Happines can always be found, but only if you remember to turn on the light"—Professor Dumbledore.

6. Favorite Weasley?

Hey, who else has never been a big fan of the twins!? Of course we are! Since the very first series, Fred has always been my favorite Weasley with George. Very 'brilliant' character (and humorous). I loved all the jokes they had😝.

7. Favorite female character?

Hermione Jean Granger, definitely. She was a very strong figure—stunning, gorgeous of what she stands for—since the very beginning. Without her, it was possible Harry and Ron could have died in the first book.

8. Favorite villain?

If Severus Snape considered as a villain, then i'd love to choose him. But if he's not, i preferred Malfoy family (if they also count as one). The fact that they almost (or maybe already) put their shoes in Harry's side at the end of the story is very heartwarming. Just forget how coward they were portrayed in the movie, cause in the book they were actually not! (i mean not really🙄)

9. Favorite male character?

Harry Potter himself!  I think maybe due to the fact that Harry is the main character in this story (even his name is included in the title), we keep forgetting that after all it all started with Harry and he is the key to the wizarding world. We forget that he is the only character who isn't fake and innocent, who has to handle everything on his own and face a destiny that was neither his wish nor his fault at all. I mean, yes, he had been helped a lot by the people around his life, but in the end he has to tackle them all alone. Just like we who have struggled with our own lives in every situation. I also loved the way he's being real to everyone around him.

10. Favorite professor?

It was Professor McGonagall my favorite back then, when i was still a diligent and (very) bookworm person. Now i much prefer Lupin, i think he's the type of a teacher that an average student always want to be taught by. Such a humble professor.

11. Wash Snape's hair, or spend a day listening to Lockhart rant about himself?

Snape. Very easy🙉.

12. What house you're in?

I've gotten the sense since a kid that i was a hundred percent possibly sort in Gryffindor, and here i am, always placed on this gold lion badge in every quiz i take🦁.

13. What's your patronus?

Ragdoll Cat! I dunno why. Maybe because i'm a cat-person?

14. Travel to Hogwarts via Hogwarts Express or a flying car?

Hogwarts Express for no reason! I could just buy an enchanted flying car at Diagon Alley but i couldn't buy such big train and bring it to my home.

15. Ride a Hippogriff, or ride a Firebolt?

Hm, let's see here🤔 I'd love to ride a broomstick on my own but riding Hippogriff would be great too! But to be honest, i'm too scared to ride a 'flying' beast that i cannot take control over it, so Firebolt is genuinely the best choice for me.

16. Is there a character you felt differently about in the movies versus the books?

There were names, but the one that everyone possibly knows is Ginny Weasley. She's more a badass girl, such a bold, genuine, and smart character in the books yet in the movies she has only been portrayed like a charming, not really bold character and kind of a playgirl around Harry's life. I couldn't see any character development since her role in the movies wasn't that big.

17. Is there a movie you preferred over its book?

Honestly, i want to go with the first one, Sorcerer's Stone, but it's still nothing compared to the book knowing there's so many scenes that they didn't put into the movie (especially the first few chapters), so i may have to go with Deathly Hallows part one.

18.  Your top thing (person or event) which wasn't included in the movie that annoyed you the most?

Firstly, i was so extremely annoyed that they didn't put in Peeves the ghost in the movie. You know, i've got so frustrated imagining him only within my mind by never seeing his portrayal actually was. The second is going to be the scene when Draco Malfoy casts a spell to make Hermione's teeth long in the fourth book.

19. If you could remake any of the Potter movies, which would it be?

I'd pick Goblet of Fire, but not really change them anyways. I just want to cut their hair, and include all of the Dramione scenes in it. Yeah, i'm one of the Dramione shipper that was so devastated they didn't even have one good since till the end. I mean, why weren't the canon couple like them ended up as goals😂? Fortunately, they already have one iconic scene in PoA (both in the book and the movie).

20. Which class would be your favorite?

Charm and Transfiguration would be interesting!

21. Which spell do you think would be most useful to learn?

Definitely Accio! You know why😂 

22. Do you have any unpopular opinion about the series?

Do you know that a live-action Harry Potter TV series project is in discussion with HBO Max and Warner Bros? Some people think it's the worst idea ever after The Cursed Child and Fantastic Beasts which wasn't about Harry Potter. For me personally, it's not a good idea either. But i thought at least there are still a lot of interesting stories that can be explored more deeply since many important scenes in the book were left on the table and made the story in the Harry Potter movies are very limited.

I don't think that's a good and a bad idea at the same time. Maybe the new generation needs new portrayal of Harry Potter in television? I don't know.. i'm just trying to be positive😂

o-o

So, that's all for me! Has anyone grown up with Harry Potter too and would like to answer some of the questions above? Feel free to share your opinions on your own blog! (or in the comment section below😜) Have fun!~
Share
Tweet
Pin
Share
26 komentar
Akhirnya label podcast gue datang lagiii!!! 

Beberapa hari yang lalu, gue dapat surel hangat dari kak Ady di sore hari. Isinya berupa apresiasi beliau tentang podcast gue yang sebetulnya udah gue lupa keberadaannya beberapa bulan ini😂. Tapi entah kenapa waktu komentar di salah satu post kak Ady, gue sempat teringat dengan podcast gue yang sudah lama vakum ini. Turns out dari situ pemikiran tentang siniar berlanjut (namun saat itu gue belum punya inspirasi mau tulis apa). Sekarang akhirnya gue mendapat sebuah ilham dari kak Ady yang secara nggak langsung menambah semangat gue untuk kembali memproduksi episode baru. *Thanks, kak Ady!😁

Kebetulan, seminggu ini cerita kehidupan gue lagi berwarna-warni. Maksudnya berwarna-warni itu kayak nano nano, alias asem manis asin kecut sepet, dsb. deh🤣 Salah satunya tentang emosi diri. Jadi, gue kepikiran untuk menuliskan ini. Daripada cuma nganggur di buku harian, kan. So, walaupun ini bisa dibilang bukan puisi yang biasa gue buat sebelumnya, semoga bisa menemani awal pekan teman-teman yang dingin ini yesss😉. 

Ah iya, by the way, akhir-akhir ini Bandung udaranya lagi dingin terus. Gue sampe pake jaket tiap hari, dan bersin-bersin terus saking dinginnya. Kalau di daerah teman-teman gimana?

P.S: Jangan lupa langsung dengarkan episode-nya dengan klik di bawah ini, ya, teman-teman dan kakak-kakaku yang baik hati dan rajin menabung! Wk💕🎀 Entar takut kelupaan lagi karena gue udah kebanyakan cingcong duluan😆 Cheerio! Dan maafkan kualitas audio yang jelek ya😟 Gue masih harus nemu ritme yang bagus buat alat rekam yang enak soalnya.

o-o

Bahagiaku Bahagiamu


Seringkali pada waktu-waktu tertentu, kita terlalu menggantung harap pada seseorang. Mengira bahagia tak boleh dicapai sendiri. Lantas kecewa saat menyadari bahwa sejatinya kita memang selalu sendiri di ruang kosong.

Tanpa sadar selalu bergantung padanya, pada mereka, atau pada apapun yang membawa ketenangan. Bahkan saking nyamannya mereka merangkul kekosonganmu, kau sampai tak sadar bahwa ketika ia tak ada, kau merasa ada yang hilang. 

Tak tahu bagaimana caranya tertawa seorang diri. Merasa tak berarti, tak hidup, tak ada kawan. Merana dalam keputusasaan. Ada kekuatan magis yang tak bisa dicerna untuk selalu menuntut eksistensinya. 

Kau selalu ingin diperhatikan, ingin afeksi darinya. Menurutmu, bahagiamu adalah bahagianya. Sebab katanya, bahagiaku bahagiamu juga.

Kau lupa.

Bagaimana jika bahagiamu adalah mendengar detak jantung dan suara rendahnya yang tiada henti mengisi hari?

Bagaimana jika bahagiamu cukup menyaksikan senyum mereka yang manis dengan kedua matamu setiap harinya?

Bagaimana jika bahagiamu sesederhana ketika membicarakan tentang aspirasi, politisi, beradu persepsi, hingga serentet kalimat tak berisi bersamanya?

Apakah dia akan selalu sanggup mengisi bilah-bilah ringkih dalam tubuhmu?

Mungkin ya, mungkin saja tidak.

Karena kenyataannya, dia, mereka, tetap berdiri sendiri pada kakinya. Mengisi cangkir kehidupan miliknya, yang tak sekosong dan seringan dirimu.

Kini, kau telah bermain terlalu dalam dengan ekspektasi. Mengubur realita akan definisi bahagia. Kau juga lupa, bahagia tak mesti selalu datang dari raga lain. Sebab jika cinta sudah mengekang dan menawarkan ketakutan, kemana kita akan lari? 

Kebahagiaan apalagi yang bisa ditemukan? 
Bukankah dia sudah tak bisa diandalkan?

Menakutkan ya, bermain dengan harapan. Kau pikir bahagianya hanya bersumber darimu ketika dia bilang begitu? Dan kau lantas tak terima jika dia bisa menciptakan bahagianya sendiri? 

Bukan begitu maksudnya.

Kalau seperti itu, kau telah menciptakan dunia yang tak adil untuk seseorang yang kau anggap sebagai satu-satunya bukti keadilan dari Tuhan. Sebab memberi butuh saling. Perlu kedua tangan untuk saling menopang. Kebahagiaan tak selalu untukmu dan tak selalu dari mereka.

Pada akhirnya kau harus tahu, bahwa kebahagiaan kau sendiri yang temukan. Dan saat kau sudah berhasil menciptakannya, maka kau akan mengerti, apa yang kau butuhkan, dan apa yang mereka butuhkan. Bahwa bahagiamu adalah bahagiaku juga.

Dan bahwa bahagiaku, adalah bahagia untukmu.
Share
Tweet
Pin
Share
28 komentar

Cewek Matre: Realistis atau Materialistis?

Beberapa hari lalu sebuah pertanyaan di akun base Twitter lagi-lagi kembali menggelitik gue. Kira-kira begini pertanyaannya:

Cewek Matre: Realistis atau Materialistis?
Pertama-tama, gue sengaja menghindari untuk menulis judul dengan kata kunci "cewek matre", karena sebetulnya fenomena matre atau materialistis ini bisa terjadi kepada siapa saja, terlepas dari gender-nya perempuan atau laki-laki. Hanya saja sebagai makhluk sosial yang kelak diharapkan menjadi seorang istri, wanita lebih sering diposisikan atau memposisikan dirinya sendiri sebagai sosok yang perlu selalu dibiayai dan ditunjang kebutuhannya oleh laki-laki—meski pada kenyataannya belum menikah sekalipun.

Jadi, perlu ditekankan bahwa narasi yang gue angkat disini bukan semata-mata menunjukan kebencian terhadap sesama perempuan atau melanggengkan budaya misoginis, tetapi menyoroti sebuah perilaku atau fenomena sosial yang selama ini divalidasi sebagai tindakan realistis berdasarkan kacamata gue.

Gue sering mendengar jawaban yang sangat umum dari beberapa orang ketika dirinya ditanya, "kenapa sih cewek itu matre?", dengan dalih bahwa mereka tidak matre, melainkan realistis. Seolah mengiyakan stereotip yang berlaku di kalangan perempuan sebagai makhluk yang berorientasi pada uang dan barang-barang mahal nan branded. Padahal, entah dirinya memang hidup pas-pasan atau minimalis sehingga apa yang dibeli murni adalah kebutuhan, atau memang berusaha melarikan diri dari kenyataan bahwa barang-barang yang dibelanjakan selama ini bukan keluar dari kantong pribadinya.

Banyak juga narasi yang gue dengar seperti ini, "sebagai cewek jangan mau keluar uang. Masa dari sekarang aja cowok lu nggak mau bayarin? Gimana nanti jadi suami?". Dan serangkaian opini yang mengatasnamakan komitmen serta tanggungjawab laki-laki sebagai pencari nafkah.

Realistis dan materialistis (matre) sebetulnya adalah dua hal yang berbeda dan nggak bisa dipaksakan beriringan. Realistis memiliki arti bahwa seseorang tidak selalu memikirkan sesuatu terlalu tinggi, melainkan semampunya. Ia berorientasi pada hal-hal yang bisa ia lakukan tanpa harus merugikan orang lain. Sementara materialistis adalah perilaku dimana seseorang secara sadar atau tidak, terlalu fokus dan bahkan bisa terobsesi terhadap uang dan kebendaan—yang digantungkan kepada orang lain. Rajeev Kamineni dalam jurnalnya mengatakan bahwa, "materialism is the ‘devotion to material needs and desires, to the neglect of spiritual matters; a way of life, opinion or tendency based entirely upon material interests’". 

Jika merujuk pada pengertian di atas, materialistis jauh dari kata lawannya, realistis, sebab perilaku ini mengabaikan nilai-nilai spiritual yang mana merupakan salah satu fondasi menjadi realis; yakni menjalani hidup apa adanya, sewajarnya dan semampunya.

Meski begitu, di sisi lain nggak semua orang yang money-oriented dapat digolongkan sebagai manusia matre, karena bergantung pada perspektif dan kondisi tertentu. Jika seseorang tidak mampu membiayai kehidupannya sendiri karena satu dan lain hal—katakanlah tidak memiliki pekerjaan yang stabil dan kesulitan dalam hal ekonomi, dimana situasi tersebut membuatnya membutuhkan bantuan orang lain yang dia percayai, tindakan ini masih bisa dikatakan realistis, selama ada consent dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Tetapi kalau memang seseorang menggantungkan seluruh hidupnya pada manusia lain hanya untuk memuaskan keinginan akan hal-hal yang berada di luar kuasanya, maka jangan mengelak juga kalau hubungannya berlandaskan materialisme, bukan rasa cinta.

Memang, hidup tanpa uang rasanya bakal hampa dan morat-marit bikin pusing kepala. Bahkan dalam menjalin hubungan, kita nggak bisa cuma mengandalkan cinta. Untuk apa ada komitmen dan rumah tangga kalau semua bisa diselesaikan hanya dengan "cinta". Tapi konsep ini nggak bisa dijadikan alasan untuk kita hambur-hamburkan uang hanya untuk memenuhi keinginan pribadi, apalagi menjadikan individu lain tambang materi saat keadaan kita sendiri sebetulnya mengharuskan kita untuk hidup lebih cukup.

"Men always have to pay the bills, though!"

"Yaa nggak selamanya harus, dong. Apalagi kalau baru nge-date doang😅. Katanya hubungan itu kerjasama, bareng-bareng. Kalau masih bisa berbagi, kenapa nggak?"

I know how hard and suck life is. Terkadang ada juga gue temukan perempuan-perempuan kuat yang mandiri dan menjadi tulang punggung keluarga, plus menjadi ibu dari anaknya, tapi masih dianggap sosok matre hanya karena dia terlihat berusaha menyenangkan dirinya sendiri sesekali dengan barang yang dia suka. Ini juga menjadi masalah, menurut gue. Tentang bagaimana kondisi matre atau tidaknya seseorang tidak sesuai dengan konteks yang sebenarnya, seperti para lelaki yang sering melabeli perempuan dengan kata matre secara asal. 

Karena itu, gue sedih setiap kali mendengar narasi-narasi yang mengkerdilkan kaum perempuan sendiri hanya karena konstruksi sosial yang mengatur bahwa memang sudah seharusnya perempuan apa-apa dibayarin, apa-apa nggak bisa membiayai keperluannya sendiri meski belum menikah dengan pasangannya ini diiyakan begitu saja—yang sejak tadi membawa pada satu kesimpulan: cewek itu matre! 

Hanya karena perempuan ujung-ujungnya di rumah, ngurus anak dan di dapur, begitu? Hanya karena kebutuhan perempuan lebih banyak, begitu? Dan menurut gue inipun sebetulnya nggak bisa dijadikan tolak ukur. Namanya materialistis bisa hidup dalam diri siapapun, dan jangan salah, keinginan dan kebutuhan laki-laki pun bisa sama banyaknya, lho, kalau ditimbang-timbang. Hanya saja jenis dan bentuknya bisa beda-beda. Lagi-lagi ini masalah perspektif dan bagaimana tindakan sosial mempengaruhi pandangan seseorang akan suatu kelompok atau komunitas (dalam hal ini perspektif gender). 

Menjadi realistis bukan artinya semua keinginan harus jadi butuh, tapi bisa menempatkan yang mana kebutuhan dan mana keinginan, serta yang mana prioritas dan mana yang perlu dikesampingkan, kemudian bertanggungjawab atas pilihan diri sendiri.

Menurut gue, ini bukan soal cewek nggak boleh kalah dari cowok, bukan soal cewek harus jadi leader pada setiap kesempatan, bukan soal cewek harus jadi kepala rumah tangga melawan kodrat, bukan soal cewek harus mandiri dan hidup selamanya sendiri tanpa perlu bantuan lawan jenis, sebab sudah sepantasnya masing-masing dari kita menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Akan tetapi lebih kepada menghargai diri sendiri sebagai individu yang nilainya lebih besar dan berharga dari sekadar prinsip materi yang membutakan.



Artikel terkait:
Kamu Cewek Matre atau Cewek Realistis?
Share
Tweet
Pin
Share
37 komentar
Newer Posts
Older Posts

Are you new here? Read these!

  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • Bukan Salah Indonesia
  • Childfree yang Diperdebatkan
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Marah-Marah Virtual: Gaya Ospek yang Regresif
  • Just Listen
  • Terlalu Besar Untuk Gagal

About me

About Me

An INTP-T woman | Basically a logician | Addicted with everything imaginative and classic; especially classical music | Potterhead, no doubt.

My Podcast

Newsletter

Get new posts by email:

Popular Posts This Week

  • Di Balik Angkasa
  • by.U: Solusi #SemuanyaSemaunya
  • Become a Fighter
  • Goodbye Wasteful Life, Welcome Minimalism
  • Menjadi Manusia
  • Kenapa Kita Misoginis?
  • Setara Belajar, Belajar Setara
  • How I See Feminist as a Muslim
  • 2020 Wrapped: Top 3 Genre For You
  • Romantisisasi Generasi 90-an

Blog Archive

  • ▼  2024 (2)
    • ▼  Oktober 2024 (1)
      • Posture Perfect: How Wearing a Waist Trainer Can I...
    • ►  Agustus 2024 (1)
  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari 2023 (1)
  • ►  2022 (9)
    • ►  November 2022 (1)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (2)
    • ►  Februari 2022 (2)
  • ►  2021 (30)
    • ►  Desember 2021 (1)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (6)
    • ►  Juli 2021 (3)
    • ►  Juni 2021 (2)
    • ►  Mei 2021 (2)
    • ►  April 2021 (3)
    • ►  Maret 2021 (5)
    • ►  Februari 2021 (1)
    • ►  Januari 2021 (5)
  • ►  2020 (46)
    • ►  Desember 2020 (4)
    • ►  November 2020 (6)
    • ►  Oktober 2020 (5)
    • ►  September 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (10)
    • ►  Juli 2020 (8)
    • ►  Juni 2020 (4)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (10)
    • ►  Desember 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  November 2017 (1)

Pengikut

Categories and Tags

Intermeso Krisis 1/4 Abad Opini Perempuan Podcast Poetry Review Thoughts digital marketing karir lifestyle slice of life

About • Disclaimer • Privacy • Terms and Conditions
© Notes of Little Sister by Just Awl | Theme by ThemeXpose | All rights reserved.